JoyNovel

Let’s Read The World

Open APP
Mommy

Mommy

Author:Soesan

Updating

Introduction
Air susu dibalas tuba. Mungkin ini yang bisa menggambarkan kehidupan Ara. Niat baiknya malah menjadi petaka baginya. Maksud hati ingin menolong gadis kecil, malah dia harus masuk dalam jeruji besi, hotel prodeo. Ara dituduh menculik Erly, gadis kecil yang memanggilnya mommy. Dia harus mendekam dalam penjara karena kesalahpahaman yang tak kunjung berakhir dari Andra, daddy Erly. Ternyata bukan hanya harus masuk penjara saja, Ara harus menjalani hidup dengan sebuah kebencian dari Andra. Daddy Erly itu tidak pernah memperlakukan dirinya dengan baik. Andra menganggap Ara sebagai penculik, tapi Erly menganggap Ara sebagai mommy. Dua hal yang bertolak belakang. Erly adalah gadis kecil yang tidak pernah merasakan kasih sayang seorang mommy. Kerinduan akan hadirnya mommy membuat Erly memilih tidur panjang agar bisa tetap bersama Ara. Dia tidak mau bangun dari koma demi mempertahankan Ara tetap di sisinya. Meski Andra berjanji tidak akan memisahkan Erly dengan Ara, tapi pria itu selalu membencinya. Dia selalu kasar pada Ara bila di belakang Erly. Andra adalah singa berbulu domba. Yang dia lakukan pada Ara adalah menyiksanya. Andra ingin membunuh Ara secara perlahan. Tidak akan ada ampun bagi wanita yang telah menculik putrinya. Andra terbelenggu dengan perasaannya sendiri. Kebencian yang dia ciptakan malah menjadi candu yang membelenggu hidupnya. Andra semakin ketagihan pada kehadiran sosok Ara. Meski Ara dianggap racun dalam hidupnya, ternyata Ara adalah madu yang terlambat disadarinya.
Show All▼
Chapter

"Aku mau mommy, pokoknya mau mommy!" teriak anak kecil dengan tangisan tanpa henti.

"Aduh, Non. Sudah berapa kali simbok bilang? Non Erly jangan panggil mommy terus! Bagaimana kalau kita main ayunan saja sambil makan?" rayu salah satu pengasuh.

Mereka sudah sangat kerepotan. Sudah hampir setengah jam anak itu menangis memanggil mommy. Bahkan mereka telah melakukan segala cara agar gadis cilik itu mau diam dan makan, tapi sampai saat ini usaha mereka tidak juga berhasil.

Salah satu cara untuk menghentikan tangisannya adalah menghubungi tuan mereka. Bukan hanya akan membuat gadis cilik itu diam, tapi juga meringankan tugas mereka.

Hanya saja mereka tidak mungkin menghubungi Andra yang sedang rapat penting. Andra sendiri sudah berpesan pada mereka untuk tidak menganggu dirinya selama beberapa jam ke depan.

"Non, sudah ya nangisnya. Nanti matanya bengkak lho," rayu mereka lagi.

"Ga mau! Biar saja mata aku bengkak! Aku mau mommy. Aku mau mommy pulang!" teriaknya terus menerus tanpa henti.

"Non, mana mungkin mommy pulang sekarang?"

"Kenapa? Kenapa mommy tidak pernah pulang? Kenapa aku tidak boleh ketemu sama mommy?" Mata gadis cilik itu melakukan protes.

Selama ini dia tidak pernah merasakan sentuhan seorang ibu. Sejak bayi, dia diasuh oleh beberapa pengasuh baby. Bahkan dia hanya melihat wajah mommy dari foto saja, itu pun secara tidak sengaja dan hanya sekali saja.

Tiga puluh menit berlalu, tangisan gadis cilik itu belum juga mereda. Tangisnya malah semakin menjadi. Erly masih tetap tidak mau makan. Setiap suapan yang disodorkan padanya selalu dibuang.

Jera dan putus asa. Andai para pengasuh itu tidak mengasuhnya dari bayi, mungkin mereka tidak akan sabar menghadapi tangisan Erly.

"Aduh, aku menyerah," ucap salah satu dari keempat pengasuh.

"Aku juga," sahut seorang lagi.

"Sama." Satu lagi ikut menyahut.

Ketiga pengasuh itu duduk terkapar di atas lantai. Kaki mereka membentuk posisi yang sama, selonjoran. Wajah lelah terlihat jelas dari guratan-guratan halus.

"Non, lihat tuh! Pengasuh Non Erly sudah pada capek semua." Pengasuh Marni menunjuk pada ketiga pengasuh yang terkapar lemah.

"Makanya panggil mommy untuk pulang!" teriak Erly tidak mau disalahkan.

"Ya ampun, Non. Khan daddy sudah bilang, Non Erly jangan cari mommy lagi."

"Ga mau! Aku mau mommy pulang. Semua teman aku punya mommy. Aku sendiri yang nggak punya mommy," ucapnya terdengar menyedihkan.

"Kami mommy Non Erly," ucap Marni menunjuk dirinya dan ketiga rekannya.

"Kalian bukan mommy, kalian simbok, bukan mommy!"

"Ya, simbok itu sama dengan mommy."

Entah sudah berapa juta cara yang digunakan keempat pengasuh itu untuk merayu Erly agar gadis cilik itu mau diam. Minimal diam, kalaupun dia tidak mau makan itu urusan kedua. Pertama hanya diam yang mereka cari.

"Kalau kalian tidak bisa bawa mommy pulang, aku mau daddy pulang sekarang juga!" teriak Erly melempar boneka kesayangannya.

"Daddy masih rapat, Non. Nanti daddy marah kalau ditelepon."

"Kalau begitu telepon mommy saja!"

"Ya ampun, harus dengan cara apa lagi agar dia diam dan tidak menangis?" Para pengasuhnya bingung.

Setelah lebih dari satu jam, tangis gadis kecil itu akhirnya surut. Mungkin dia telah lelah dan capek. Mungkin juga air matanya telah habis atau mungkin juga stok suara tangisnya telah menipis. Yang jelas tangisnya telah reda. Hanya saja Erly tetap tidak mau makan.

"Mbok."

Andra yang baru pulang terkejut dan heran melihat keempat pengasuh Erly duduk terkapar di lantai. Posisi dan gaya mereka sama. Kedua tangan ke belakang menyangga tubuh mereka sedangkan kedua kaki lurus ke depan.

Wajah keempat pengasuh itu terlihat kusut dan lelah. Yang tua semakin terlihat tua, yang muda terlihat lebih tua dari umurnya.

Gadis kecilnya sendiri duduk tepat di tengah-tengah mereka. Posisi mereka layaknya sebuah tumpeng dan Erly menjadi menu utamanya.

"Daddy!" teriak Erly saat melihat Andra datang.

Gadis itu langsung bangkit dan berlari menyongsong pria yang dipanggilnya daddy.

"Sayang." Andra berjongkok siap menyambut putri semata wayangnya.

"Daddy, aku mau mommy," rengeknya kembali menangis.

"Mommy?"

Andra mengarahkan matanya pada keempat pengasuh Erly.

Keempat pengasuh itu sudah berdiri dengan tangan saling menyatu di depan perut bagian bawah. Begitu melihat Andra datang, mereka langsung bangkit berdiri. Rasa lelah mereka hilang seketika.

Tatapan Andra semakin membuat kepala mereka tertunduk dalam. Ini untuk kesekian kalinya Erly bermasalah tentang mommy. Menanyakan di mana wanita yang telah melahirkannya.

Baik Andra maupun keempat pengasuhnya itu tidak tau kenapa gadis cilik itu menanyakan ibunya.

"Sayang, bagaimana kalau kita makan sate saja?" rayu Andra mengalihkan pikiran Erly.

"Ga mau, Daddy. Aku mau mommy pulang," tolaknya masih kekeh minta mommy pulang.

Kepala Andra terasa berdenyut sangat sakit. Setiap kali Erly menyebut mommynya, Andra selalu merasakan nyeri yang hebat.

"Daddy janji, daddy akan bawa mommy pulang," ucap Andra.

"Benar, Daddy?" Wajah Erly terlihat sangat girang.

Kegirangan wajah Erly berbanding terbalik dengan wajah para pengasuhnya. Keempat pengasuh Erly yang tadi merundukkan kepala seketika kompak mengangkat kepala dengan mata terbuka.

Andra menatap mereka dengan satu kedipan dan senyum tipis di bibirnya. Dia tau apa yang dicemaskan keempat wanita itu. Tidak mungkin dia bisa membawa mommy Erly pulang.

"Ya, tapi ada satu syarat," ucap Andra tidak mau memberi secara cuma-cuma.

"Apa, Daddy?" Erli yang girang langsung meminta Andra mengatakan syaratnya.

Meski umur gadis cilik itu masih sangat belia, empat tahun, tapi kecerdasannya di atas rata-rata. Erly yang terlahir prematur membuat Andra memberikan yang terbaik untuk pertumbuhannya.

Mungkin sebagian bayi dengan lahir prematur akan mengalami salah satu kekurangan, tapi tidak dengan Erly. Andra selalu memberi nutrisi yang terbaik. Dia ingin Erly tumbuh menjadi manusia yang kuat dan cerdas, sempurna.

Di umurnya yang masih balita, Erly sudah mengikuti sekolah anak. Di kelas juga Erly paling menonjol. Dia tumbuh menjadi anak periang dan ceria. Siapa pun yang melihatnya pasti akan mengira bahwa dia tumbuh dari keluarga yang lengkap dan bahagia.

"Jangan pernah menangis dan meminta mommy pulang sampai daddy membawa mommy pulang," ucap Andra.

Sebenarnya dia ragu mengatakan hal itu, tapi bagaimana lagi. Semua itu dilakukan Andra untuk mencegah Erly kembali menangis dan meminta mommy pulang.

Seketika wajah gadis itu cemberut mendengar syarat dari Andra. Dia merasa daddynya itu hanya mengelabuhi dirinya.

"Kenapa wajahnya seperti itu?" Andra mencubit dagu lancip Erly.

"Daddy bohong! Itu sama saja Daddy melarang aku meminta mommy pulang, padahal Daddy juga ga bisa bawa mommy pulang," ucap Erly marah.

Mendengar apa yang dikatakan Erly itu benar, mata Andra terbuka dengan lebar. Pria itu tidak mengira bahwa putri semata wayangnya itu akan tau rencana liciknya.

Setelah puas membuka mata pada Erly, Andra mengalihkan matanya pada keempat pengasuh Erly. Mereka memasang wajah sedih. Mereka tau apa yang dirasakan oleh Andra. Tuannya itu dalam kebimbangan.

"Non Erly, bagaimana kalau kita mandi saja? Bukankah badan Non Erly lengket karena bermandikan air mata?" Salah satu pengasuh mendekati Erly.

"Tidak mau! Aku mau mandi sama mommy," ucapnya lagi.

"Sayang, mommy khan ga ada di sini." Andra mulai kehilangan cara agar gadis kecil itu tidak menyebut mommy dan mommy lagi.

"Daddy bohong! Kenapa Daddy melarang mommy tinggal di sini?" Erly kembali protes.

Gadis kecil itu menyingkirkan tangan Andra dari tubuhnya. Dia memilih mundur beberapa langkah dan kembali menangis.

"Erly." Andra kembali meraih tubuh Erly. "Daddy tidak akan bohong lagi. Dady akan bawa mommy untuk Erly," ucapnya meyakinkan putri ciliknya.

"Apa Daddy tidak akan bohong lagi?"

"Tidak, tapi beri daddy waktu!"

"Oke, aku akan beri waktu Daddy dalam seminggu ini," ucap Erly. Gaya bicaranya melebihi manusia dewasa.

"Tapi daddy minta, selama daddy belum membawa mommy pulang, kamu jangan buat simbok semakin cepat tua. Lihat!" Andra meminta Erly melihat keempat pengasuhnya dengan kode mata.

Keempat pengasuh memasang wajah datar. Guratan lelah tergambar di setiap garis wajah mereka.

"Mereka bilang, mereka mommy Erly. Padahal bukan," ucap Erly menyayangkan pengakuan keempat pengasuhnya.