JoyNovel

Leer para descubrir un mundo nuevo

Abrir APP
Million Stars For You

Million Stars For You

Autor:Titiny Boa

Terminado

Introducción
Saat Adelin terancam mati karena retenir-retenir gila yang menginginkan dirinya bayar kompensasi dengan jadi PSK di club milik mereka, Adelin justru diselamatkan buronan tak kalah gila yang terus menerus menyelamatkannya. Tapi, yang lebih menyebalkannya adalah ... ketika bersamanya, Adelin mengetahui fakta baru, bahwa ia ingin mengobati hati laki-laki tersebut yang masih terluka. Tapi, apa ia rela jika harus mengkhianati komitmennya dengan tunangan hanya karena bertemu laki-laki baru yang dekat sekali dengan kata masalah? Dan, disinilah cerita tentang kamu yang ingin bangkit dari bahaya, namun, justru, makin menemukan bahaya baru lainnya yang justru menjadikan kamu ... semakin terluka. Million Stars For You, untuk semua bintang gemintang antariksa yang menaungi luka, saat saling bersama. Iya, aku. Pun, kamu.
Abrir▼
Capítulo

Adelin terancam mati!

Retenir-retenir gila harta tersebut bahkan mengejarnya sampai ke hotel Pramuwidjaja padahal jelas-jelas ia terangkan dia tak mau membayar bunga terakhir dari hasil pinjaman orangtuanya.

"Gila! Padahal aku udah bilang, kalau perjanjian di minimarket tempatku tadi adalah perjanjian mutlak yang tak bisa ditawar!"

Kemarin, sebelum kejar-kejaran ini berlangsung, Adelin ditawarin untuk menjadi perempuan murahan di club malam.

Tapi, ia menolak itu semua.

Tentu saja.

Lebih baik ia miskin bergelimang martabat daripada kaya bertumpuk dosa.

Akhirnya, saat hari ini Adelin membayar uang bunga terakhir satu kali lipat dari ketentuan dua kali lipat yang jadi persyaratan mereka, oh ... c'mon, guys.

Sangat tidak masuk akal untuk bunga terakhir dua kali lipat, dipaksa jadi PSK pula, bukannya semakin tambah hari, semakin pula naik bunganya?

Jadi, Adelin sadar. Semua yang dihadapinya adalah je-ba-kan.

Adelin pun lari ke sana kemari. Dia bahkan bersembunyi. Ke lift yang secepat kilat membawanya pergi.

Terdengar beberapa preman mengatakan pada gerombolannya. "Tadi, gue, lihat di sini, Bang?"

"Serius lo?"

"Serius, Bang," jawabnya mantap. "Rambutnya panjang. Wajahnya putih bersih. Baju pink. Tadi ke sini."

Yang mendengarkan laporan pun mengangguk teratur. Dia kini mengambil keputusan. "Yasudah. Kita berpencar. Tiga orang ke tangga darurat. Dua orang naik lift. Nggak ada kemungkinan lain selain dia terus naik ke atas."

"Kalo ke bawah, Bang?"

"Oke, gue aja kalo gitu yang ke bawah. Kalian anak buah, berpencar!"

Saat itu, degupan jantung Adelin rasanya mau lepas dari tempatnya. Kemana mereka akan pergi? Apa mereka akan masuk ke lift yang sama juga hingga akhirnya ia diseret pergi?

Tidak.

Itu adalah mimpi buruk.

Dan, seburuk-buruk mimpi buruk adalah yang menjadi kenyataan.

'Gimana, dong, kalau mereka sampai menemukan aku di sini? Astaga, aku sungguh tak mau mati,' batinnya.

Adelin bahkan telah mengangkat tangan, memohon pada Yang Maha Esa, agar ia diselamatkan.

Namun, ada hal yang melegakan terjadi di sini.

Tanpa diduga, lift pun merangkak naik. Langsung menebas waktu di mana akhirnya preman-preman itu memilih menaiki lift yang lain. Di sana, Adelin menarik napas lega.

Ya, bagaimana tidak?

Dia baru saja selamat dari maut yang kini hendak melahapnya.

"Hfttt, syukurlah, kayaknya preman-preman itu tidak akan menuju lantai ini."

Adelin pun memutuskan mencari tempat persembunyiannya yang terbaik. Barangkali ada kolong meja yang tak sengaja tertinggal di sana?

Nanti, ketika kondisi sudah terkendali, akan Adelin pastikan, dirinya sudah angkat kaki. Dan itu ... pasti.

Sampai akhirnya ...

"Woi, berhenti!"

Belum juga Adelin menemukan tempat pas untuk menyelematkan nyawanya sekali lagi, seorang laki-laki tak kalah galak dari preman menyalak di tengah keheningan ini.

Karena Adelin terlalu terkejut, ia sampai tak berani berkata-kata, sampai kemudian ...

"Hmmtttt, hffttt ..."

Seseorang membekap mulutnya dan membawanya masuk ke salah satu kamar hotel tersebut.

Dia melancarkan kegiatan yang seharisnya dilakukan sepasang suami istri-sah.

"Apa-apaan ini? Lepas!"

Sungguh.

Adelin mati-matian kabur sampai kakinya kesakitan hanya karena supaya harga dirinya tetap terjaga.

Tapi, apa yang terjadi coba sekarang?

Dia justru dimangsa laki-laki tak dikenal?

Atau ... apakah laki-laki ini orang yang sudah semacam, euhm ... pre-order mencicipi dirinya?

Persetan!

Sekarang, laki-laki itu justru membabi buta membuat desahan Adelin menggema dengam begitu kerasnya.

"Hentikan!"

Dia bahkan mengeluarkan kata-kata yang menyebalkan.

"Ouhhh, yes, baby!"

Astaga, laki-laki ... gila.

Dan, hal paling gila yang bisa Adelin saksikan adalah ... adanya orang yang membuka pintu hotel dan tanpa sengaja melihat kegiatan dosa mereka.

Tapi, secepat kilat, mereka menutup pintu kencang.

"Ya ampun, ternoda mata gue lihat live!" Terdengar tepukan pula di pipi. Pasti orang itu sedang menghukum diri sendiri. "Harusnya gue nyari buronan itu, malah ngacir ke sini. Aduh, udah, ah. Focus, focus."

Dan, tepat di saat itu pula, laki-laki itu melepaskan Adelin.

Mereka mengalami pelepasan secara bersamaan.

Dan, di sisa-sisa tenaga yang ada, Adelin memutuskan menampar laki-laki tersebut dengan amat keras sampai ia tak memasang ekspresi tak menyangka.

"Dasar! Keparat!"

Itu adalah hari paling gila yang bisa Adelin rasakan. Kini, ia mati rasa. Sekarang, ia hanya bisa menangis, sampai akhirnya kehilangan sadar.

Ya, Adelin ketiduran.

***

Pagi datang.

Burung-burung tampak bahagia karena dalam balutan ciut-ciutnya menjadikan diri mereka alarm pagi untuk Adelin bangun dan membuka mata.

"Sial, rasanya sakit sekali!" umpatnya.

Dan, memang, rasanya memang senyeri itu.

Apalagi kenangan yang tersisa di kepala yang membutnya ingin menghilang saja.

"Bagaimana mungkin aku justru kehilangan keperawananku bersama laki-laki kasar seperti dia?!" gerutunya. "Mana aku tidak tahu dia siapa lagi? Meski memang sangat jelas kuingat bagaimana wajahnya. Tapi, tetap saja, dia ... menyebalkan!"

Dan, Adelin rasanya, ingin mati saja.

Sungguh, dia ingin sekali memupus semua kenyebelinan yang memberengut di dadanya.

Dia amat ... kesal!

"Sialan!" Adelin mengacak rambutnya lagi.

Kemudian, gadis itu pun, melangkahkan kaki menuju kamar mandi untuk segera membersihkan diri.

Malam ini, riwayatnya telah tamat. Kini waktunya untuk dirinya sendiri menyucikan kepala dari berbagai dosa yang berkelebat di kepalanya.

Meski, demi semesta, Adelin ingin sekali menyekik laki-laki itu hidup-hidup.

Sumpah!

***

Sekarang, Adelin tengah berjalan menuju rumahnya.

Mengingat tadi dirinya jelas sangat dirugikan, cowok itu ternyata tahu juga untuk membayar kompensasi.

Ya, meski pembayarannya hanya dengan 'baju' yang bisa dipakai untuk ganti.

Meski, ya, ini ... sangat tidak etis.

"Astaga, bahkan dia sangat pelit untuk membayar nurani."

Kini ...

Apalagi yang bisa ia lakukan sekarang coba? Mencincangnya? Tidak mungkin. Itu sama saja membuatnya telak dalam satu waktu di mana dirinya tak pernah tahu siapa namanya saat di masa itu.

Sungguh! Ini membuatnya tertekan!

Apalagi ...

"Mana Adelin! Dia harus membayar hutangnya sekarang juga!"

Para preman sialan itu. Ternyata sedang membombardir kondisi rumahnya hingga babak belur. Ibunya sampai tak kuasa dan memohon-mohon pada preman itu hingga kakinya ditendang.

"Tolong, Tuan, jangan Tuan. Jangan sakiti Adelin. Jangan jual dia. Bunga yang kami berikan apa tidak cukup, Tuan?"

"Halah!" Dia melepasnya kasar. Ibu sampai terhempas. "Bunga hari ini tiga kali lipat. Adelinmu itu harus mau menerima semua persayaratan yang membuatnya mau tidak mau menjadi perempuan murahan di tempat kami, titik! Itulah yang kami mau! Kalau tidak, maka keluarga ini harus mau kami siksa! Itu ketetapan konkret yang kami miliki!"

"Biadab!"

Adelin maju.

Dengan kayu yang ia ambil di jalan, Adelin melawan mereka. Dia berusaha menupas ketidakadilan dengan protes.

"Dasar tidak tahu diri! Lepaskan tanganmu dari Ibuku! Dasar tidak tahu diuntung!"

Itu adalah tindakan bodoh.

Yang mana, Adelin hanya membangunkan singa yang sedang tertimpa amarah sekaligus membuat mereka ingin menyerangnya.