“Beatrice!” seorang guru berteriak pada siswa perempuan yang selalu menguji kesabarannya. Kali ini Bea ingin melompat dari jendela kelas karena malas mengikuti satu pelajaran, namun sangat disayangkan upaya melarikan diri tidak luput dari wali kelasnya. Alhasil jari-jari lentik sang guru menarik salah satu telinganya.
Beatrice sudah berusia 13 tahun, dan sebentar lagi dia akan lulus dari sekolah dasar. Hampir setiap hari Bea membut wali kelasnya kesal. “Bagaimana kamu bisa masuk SMP favorit, Bea?” tanya guru berjenis kelamin wanita usai melepaskan jeweran dari telinga Bea.
“Hehehe…” Bea menggaruk kepalanya yang tak gatal. “Aku nggak pernah mau masuk ke SMP itu, miss. Aku mau masuk ke sekolah alam saja. Aku bisa belajar tanpa terkurung di ruangan seperti ini.”
“Apa kamu nggak mau seperti Wynn? abangmu selalu juara dan sekarang dia menggali ilmu di sekolah favorit.”
“Papaku bilang, nggak baik membeda-bedakan anak. Papaku saja mau menerimaku yang nggak sepintar Wynn. Jangan diulangi lagi, Miss! Nggak baik.” Dengan berani Bea membalas pertanyaan wali kelasnya dengan nasihat.
“Miss nggak mau tahu bagaimana cara orangtuamu mendidikmu, tapi yang pasti Miss sakit kepala melihatmu setiap hari.”
“Kalau begitu jangan dilihat, Miss. Biarkan saja aku pulang. Lagipula aku nggak perlu masuk sekolah favorit untuk menjadi kaya. Papa Mamaku sudah kaya, Miss.”
Wali kelas Beatrice menepuk jidat melihat kelakuan salah satu muridnya yang luar biasa. Sebenarnya Bea tidak bodoh hanya saja dia lebih suka menggambar busana daripada mengikuti pelajaran matematika. Otaknya hampir mau pecah setiap kali diperhadapkan dengan mata pelajaran itu.
Mobil jemputan tiba di depan sekolah saat waktu pulang para murid sudah tiba. Bea masuk ke dalam mobil dan satu es krim diberikan tepat di depan wajahnya.
“Terima kasih, bang.” Bea mengecup pipi Wynn.
“Bagaimana sekolahmu hari ini?” tanya Wynn yang sudah berusia 16 tahun.
“Sangat membosankan.”
“Really? Kalau begitu kita harus menghilangkan kebosanan itu. Bagaimana kalau kita main layangan di pantai?”
“Ayo!”
“No! No! No!” Suara Shifa dari depan melarang. Dari tadi wanita itu bertukar pesan dengan Zelda sampai lupa menjalankan mobil.
“Ma,” rengek Beatrice.
“Nggak, sayang. Besok pagi kita mau ke Jakarta. Dua hari lagi William ulang tahun.”
“Ch! Menyebalkan! Aku lebih pilih layangan daripada anak jutek itu.” Beatrice bersedekap dada. Setiap kali dia bertemu dengan William, mereka sudah seperti tikus dan kucing yang akan selalu menjadi musuh selamanya.
“Ayolah! Will itu temanku. Jangan galak padanya,” ucap Wynn merangkul bahu sang adik. “Aku akan membelikan apa pun yang kamu mau,” bisik Wynn kemudian.
“Okay!”
Di kota lain, seorang anak remaja berusia 15 tahun sedang mengikuti pelajaran tambahan di sekolah. Dia adalah William Ximon Cevron. Akhir-akhir ini remaja tampan itu merasakan detakan aneh di jantung setiap kali melihat seorang gadis bernama Nasya.
“Dia sangat cantik,” ucap William dalam hati. Nasya adalah gadis cantik, serius, disiplin, dan sangat pintar. William sangat mengharapkan pasangan yang seperti itu.
“Apa yang aku pikirkan? Aku masih kecil tapi sudah mikirin perempuan.” William mengingatkan dirinya.
***
Rumah Asher ramai karena kedatangan orangtua mereka. Sandra dan Hendriko sengaja datang ke Jakarta karena besok adalah ulang tahun cucu kesayangan mereka. Tentu saja Clara dan suaminya tidak mau ketinggalan. Sejak bulan lalu mereka sudah sibuk mempersiapkan pesta perayaan ulang tahun cucu pertama mereka.
“Nathan! Nala!” Suara Zelda memanggil anak kedua dan ketiganya yang lahir di hari yang sama.
“Yes, Mommy.” Nala si gadis kecil menghampiri Zelda.
“Di mana saudaramu?” Zelda menanyakan anak keduanya.
“Tuh!” Nala melihat Nathan yang mendekat dengan napas yang terengah-engah.
“Cepat mandi dan ganti baju. Kalau Daddy melihat kalian main layangan di taman belakang, hmmm… Mommy nggak akan mau membela siapa-siapa.”
Nathan dan Nala adalah adik William yang lahir lima tahun lalu. Kembar tapi jenis kelamin berbeda. Saat si kembar ingin masuk kamar, tiba-tiba suara yang tak asing mencuri perhatian mereka.
“Kakak Bea!” si kembar berhambur memeluk gadis berusia 13 tahun. Mereka menyukai Beatrice karena gadis itu yang mengajarkan si kembar bermain layangan, congklak, lompat tali, dan banyak kegiatan lainnya.
“Kenapa aku mencium bau keringat?” tanya Beatrice. Dia sempat mendengar perintah Zelda yang menyuruh anak kembarnya mandi.
“Baiklah. Kami akan mandi sekarang,” sahut Nala.
“Malam ini kakak harus nginap di sini dan tidur di kamar kami. Nggak usah pedulikan kak William! Mengerti?” Nathan memberi penegasan.
“Siap, komandan!” sahut Beatrice membuat mereka semua tertawa.
Zelda mendekati Beatrice dan mengusap kepala gadis kecil itu. “Di mana abang dan orangtuamu?” tanyanya.
Beatrice memberi isyarat agar Zelda membungkukkan badan. Saat mulutnya bisa mencapai telinga Zelda, dia pun berbisik. “Mereka mengantarku ke sini dan setelah itu mereka pergi ke mall untuk membeli hadiah ulang tahun kepada William.”
“Kenapa kamu nggak ikut?”
“Ogah! Aku nggak mau memberikan hadiah apapun pada William. Anak pertama Aunty sangat menyebalkan. Dia berbeda dari Nala dan Nathan. Aku nggak menyukainya.
Zelda mengusap kepala Beatrice. “Bergabunglah dengan Oma dan Opa. Aunty akan membawa puding cake untuk kalian.”
“Yes! Masakan Aunty Zelda memang yang terbaik.”
Hari semakin sore namun tak ada tanda-tanda jika William sudah pulang. Beatrice pun tidak peduli akan sosok laki-laki remaja itu. Usai mandi Bea memilih duduk di balkon sambil membaca komik kesukaannya dari salah satu aplikasi yang ada di ponselnya.
Dia bersantai di sebuah bean bag tanpa tahu siapa pemilik bean bag biru tersebut.
“Pindah!” suara William memberi perintah.
Bea yang merasa terganggu melihat ke belakang. “Ck! Laki-laki paling menyebalkan sudah datang,” gerutu Bea.
“Kalau tahu aku menyebalkan, kenapa masih mau nginap di sini? aku tahu kalau kamu suka aku, kan?”
“Ch! Terlalu percaya diri. Pacarku lebih tampan darimu.”
Beatrice beranjak dari bean bag biru hendak meninggalkan balkon. Namun saat ingin pergi langkahnya tertahan karena William menarik tangannya.
“Kamu sudah punya pacar? Kamu kan masih kecil?” tanya William mengerutkan kening.
“Bukan urusan kamu!” Beatrice mengempaskan tangan William yang menggenggam pergelangan tangannya.
“Dasar cewek aneh!”
“Dasar cowok jutek!”
Beatrice meninggalkan balkon sambil menggerutu sementara William mengambil tisu dari atas meja lalu membersihkan bean bag yang baru saja diduduki oleh Bea. “Awas saja kalau dia berani memakai barang-barangku lagi!”
William membersihkan bean bag biru kesayangannya menggunakan tissue kering dan basah. Dia menjadikan Beatrice seperti virus yang harus dijauhi. “Dia benar-benar menyebalkan! Jika bukan karena Wynn, aku pasti sudah mengusirnya dari rumah.”
William duduk di bean bag sambil menikmati angin sore hari. Tiba-tiba pengakuan Beatrice tadi sangat mengganggu pikirannya. “Benarkah dia sudah pacar? Dia kan masih 13 tahun?”