Suara dentuman musik yang sangat menggelegar tak membuat Rhea terganggu, gadis berusia dua puluh empat tahun itu asik dengan minuman beralkohol di tangannya. Tak jarang umpatan keluar dari bibir gadis itu, mengumpat tentang sang mantan tunangan.
"Agh, sial! Bajingan itu berani berselingkuh dariku!" umpat Rhea, kemudian kembali meneguk wine miliknya hingga tandas.
Penjaga bar yang melihat Rhea telah menghabiskan banyak minuman hanya menggeleng pelan, sejak tadi gadis itu tak henti-hentinya memesan minuman beralkohol dan terus mengumpat.
"Nona, anda sudah mabuk. Lebih baik anda pulang dan beristirahat," ucap si penjaga bar.
Rhea mendelik kesal. "Hei, kau tak berhak mengaturku! Lakukan saja tugasmu, jangan ikut campur!" Rhea berkata ketus, tanpa memperdulikan sang bartender.
"Tapi nona-"
"Diamlah! Lebih baik berikan aku segelas wine lagi, aku benar-benar ingin menenangkan diri!" ucap Rhea, memotong ucapan sang bartender.
Berada di sebuah club malam seperti ini adalah kali pertama bagi Rhea, semua ini karena ulah laknat mantan tunangannya. Laki-laki yang telah menjalin kasih dengannya selama empat tahun itu, mengkhianati dirinya dengan berselingkuh dengan sahabatnya sendiri!
Rhea pikir dengan datang ke club ini dirinya bisa menenangkan diri, tapi bayangan antara mantan tunangannya dan juga mantan sahabatnya saat bercumbu terus saja berputar bebas di pikirannya.
"Wanita tidak tahu diri! Jika kau bukan sahabatku, aku akan langsung membunuhmu tadi!" Lagi-lagi sebuah racauan keluar dari bibir ranum Rhea.
Gadis itu kembali meneguk gelas wine miliknya, entah sudah berapa banyak wine yang ia teguk sejak tadi berada di club malam ini. Gadis itu merasa kepalanya semakin berat, bibirnya terus meracau tak jelas hingga tak menyadari seseorang telah duduk di sampingnya.
"Sepertinya kau sudah mabuk nona," ucap lelaki yang baru saja duduk di samping Rhea.
Rhea menoleh sekilas, menatap lelaki yang duduk di sampingnya dengan tajam. "Bukan urusan anda, Tuan!" ketus Rhea, yang ditanggapi kekehan kecil oleh lelaki itu.
"Sepertinya kau baru pertama kali datang ke tempat seperti ini, apa itu benar?" tanya lelaki itu, tanpa memperdulikan tatapan sinis dari gadis di sampingnya ini.
"Bukan urusan anda! Kenapa kau terus bertanya? Kau membuatku semakin pusing!" Lagi-lagi Rhea menjawab dengan ketus.
"Tempat ini tidak cocok untuk anda, Nona. Lebih baik kau pulang, sebelum ada pria yang berakhir di ranjang bersama mu," ujar pria itu.
Rhea tertawa kecil, membuat lelaki itu menatapnya heran. "Kenapa kau tertawa? Apa ada yang lucu?" tanya pria itu.
Rhea tidak menjawab, gadis itu justru bangkit dari duduknya dan mendekati lelaki dihadapannya ini. Tanpa ragu gadis itu duduk dipangkuan lelaki asing di hadapannya, membuat sang lelaki mematung di tempatnya.
"Siapa namamu?" bisik Rhea tepat di telinga lelaki itu, hingga menimbulkan sensasi berbeda di tubuh lelaki itu.
"Arsean, kau bisa memanggilku Sean. Lalu siapa namamu?" jawab lelaki yang bernama Arsean, kemudian menanyakan nama gadis yang duduk di pangkuannya.
"Rhea, call me Rhea baby." Gadis itu menjawab dengan suara yang menggoda, membuat Arsean merasa aneh pada tubuhnya.
"Jangan bermain-main denganku, jika kau tidak ingin masuk dalam neraka!" Arsean mencoba memperingati Rhea.
Rhea terkekeh pelan. "Kau adalah salah satu bagian dari pria hidung belang, kau dan pria lainnya sama saja. Mencari kesenangan dengan merusak perempuan!" desis Rhea.
"Kau telah salah memilih lawan, Nona!" jawab Arsean.
"Hahaha... lawan? Untuk apa aku melawan anda, Tuan? Kau ini bodoh!"
Arsean menggeram, ucapan perempuan di pangkuannya ini telah menghancurkan harga dirinya sebagai seorang pria. "Kau akan mendapat hukuman yang setimpal, Rhea!" bisik Arsean, membuat bulu kuduk Rhea berdiri.
Tanpa aba-aba Arsean menarik tangan Rhea, membawa gadis itu keluar dari club tanpa memperdulikan Rhea yang meronta. Gadis itu mengumpat karena Arsean menarik tangannya cukup kuat, sehingga pergelangan tangannya memerah.
"Hei, kau mau membawaku kemana?" pekik Rhea, namun tak digubris oleh Arsean.
Rhea yang terlanjur mabuk hanya bisa pasrah mengikuti Arsean, melawan pun dirinya tak mampu karena tenaganya begitu lemah.
Arsean menatap wajah cantik Rhea, gadis itu bersandar pada sandaran jok mobil. Bibirnya yang berwarna pink alami itu membuat Arsean meneguk salivanya kasar, bibir Rhea begitu menggoda dirinya.
Arsean mendekatkan wajahnya pada bibir Rhea, hingga detik berikutnya bibir Arsean menempel tepat di bibir Rhea. Membuat sang empu membuka matanya begitu merasakan benda kenyal itu menempel, jantung Rhea berdegup kencang kala melihat Arsean mencium bibirnya.
Tak ada gerakan dari lelaki itu, Arsean hanya sekedar menempelkan bibirnya pada bibir Rhea. Beberapa saat kemudian lelaki itu menarik wajahnya, manik matanya menatap mata Rhea begitu dalam.
"Bibirmu sangat manis, dan setelah ini jangan harap kau bisa lolos dariku," ucap Arsean.
Lelaki itu memasang seat belt, kemudian melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Rhea yang duduk di samping Arsean hanya terdiam setelah kejadian beberapa saat lalu, hingga matanya melihat sebuah botol minuman di dashboard mobil milik Arsean.
Tanpa permisi Rhea mengambil minuman beralkohol itu, lalu meneguknya tanpa sungkan. Arsean yang melihat itu tak berniat menghentikan Rhea, ia hanya fokus pada jalanan malam yang begitu sepi.
"Argh!!! Ini semua karena lelaki bajingan itu! Aku berharap dia segera mati!" racau Rhea, kemudian meneguk minuman beralkohol itu hingga sisa setengah.
"Aku adalah perempuan paling bodoh! Karena mempercayai bajingan seperti mereka!" Bibir gadis itu kembali melontarkan sebuah racauan, Arsean hanya diam mendengarkan setiap racauan yang keluar dari bibir Rhea.
Kepalanya terasa pening, meminum minuman beralkohol sejak pukul tujuh malam tadi hingga dini hari. Membuat kepalanya benar-benar sakit, meski dalam keadaan mabuk seperti saat ini, Rhea masih ingat jelas apa yang ia lihat tadi sebelum dirinya berakhir di sebuah club malam.
"Turun!" titah Arsean.
Kini mobil yang dikendarai oleh Arsean telah berhenti di sebuah rumah yang sangat mewah, Rhea yang sudah terlanjur mabuk itu menuruti perkataan Arsean dan keluar dari mobil lelaki itu.
Dengan langkah sempoyongan Rhea berjalan menuju pintu utama, meninggalkan Arsean yang berjalan di belakangnya.
"Hei, kenapa pintu ini tidak terbuka? Di mana kunci rumahku?" ucap Rhea.
Gadis itu mengira jika ia sedang berada di halaman depan rumahnya, pandangannya yang memburam membuat dirinya tak mengenali rumah siapa yang ada di hadapannya ini.
Arsean membuka pintu rumah itu, lalu tanpa tahu malu Rhea menyelonong masuk meninggalkan Arsean. Lelaki itu hanya menatap Rhea datar, tak urung mengikuti langkah Rhea.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Arsean, kala melihat Rhea mencoba membuka pakaiannya di ruang tamu.
Rhea menghentikan kegiatannya, saat mendengar suara bariton milik Arsean. Gadis itu membalikkan tubuhnya menghadap Arsean, melangkah maju mendekati Arsean dengan langkah yang begitu menggoda.
Begitu sampai di hadapan Arsean, gadis itu melingkarkan tangannya pada leher Arsean.
"Badanku terasa panas, aku hanya ingin membuka bajuku. Apa aku melakukan kesalahan?" tanya Rhea polos.
Arsean hanya diam, netra matanya menatap Rhea begitu lekat. Memandangi setiap inchi wajah gadis dihadapannya ini, mata bulat dengan netra hitam pekat yang sayu, bulu mata lentik, hidung yang cukup mancung, lalu bibir pink alami. Hal yang paling menarik perhatian Arsean.
Rhea yang ditatap oleh Arsean tersihir dengan tatapan lelaki itu, hingga perlahan mereka memajukan wajah mereka sampai bibir keduanya menyatu. Yang awalnya hanya sebuah kecupan, kini berubah menjadi lumatan lembut tapi menuntut.
Bersambung...