JoyNovel

Mari Baca dan Kenali Dunia Baru

Buka APP
Kisah Kasih Debt Collector

Kisah Kasih Debt Collector

Penulis:Black_Queen

Tamat

Pengantar
Dua insan manusia yang terjebak dalam permainan seorang rentenir. Reno Febrian dan Sekar Pertiwi, keduanya memiliki hubungan yang terkait dengan Darto si rentenir kejam, licik dan seenaknya. Reno terpaksa menjadi seorang Debt Colector agar utang yang dimiliki orang tuanya lunas. Pertemuannya dengan Sekar di suatu tempat membuatnya teringat akan masalalu. Perlahan tapi pasti mereka menjalani hubungan setelah sama-sama saling menyukai. Akan tetapi setelah Sekar tahu siapa Reno sebenarnya wanita itu perlahan menjauh. Sekar tak mau berhubungan dengan anak buah Darto si rentenir kejam yang menyebabkan hidupnya dan si ayah kalang kabut. Bagaimana kelanjutan kisah kasih seorang Debt Colector bernama Reno? Apakah kisah cintanya harus kandas begitu saja? Apakah Reno akan kembali patah hati dan kembali trauma?
Buka▼
Bab

Pagi itu di sudut kota Gresik. Seorang pria berambut pendek berbadan tegap, bersiap untuk pergi ke sebuah rumah yang bosnya perintahkan. Pakaiannya rapi seperti orang-orang yang bekerja di sebuah perusahaan. Mobil bekas yang dia punya meluncur ke jalanan kota.

Sementara, seorang pria lainnya yang bertubuh tambun dan menjadi rentenir tengah duduk bersandar sambil mengisap rokoknya santai di ruang tamu rumahnya.

"Kalau utangmu tidak dibayar juga aku bisa bertindak lebih jauh dari ini. Selama ini aku cukup bersabar karena istrimu itu adalah kerabat dekat ayahku," Pria itu bergumam seorang diri setelah membuang puntung rokok pada tempatnya.

Seringai licik muncul di wajahnya setelah dia mendapatkan ide.

Dering ponsel membuyarkan konsentrasinya. Dia berpaling dan meraih ponsel yang berada di atas meja. Pria tambun itu mengernyit melihat nama yang dikenal pada layar ponsel.

["Bos, aku sudah di lokasi. Sepertinya tidak ada orang di sini."]

Suara bariton di seberang telepon terdengar.

"Kamu ketok pintunya! Kalau tidak ada sahutan, kamu langsung saja dobrak dan ambil semua isi rumahnya!"

Darto terlihat emosi. Pria itu langsung memutuskan panggilan begitu saja.

"Si bos nih main matiin telepon ajah," decak Pria itu kesal.

Pria tersebut keluar dari mobil. Seperti biasa dia yang diutus oleh bosnya untuk menagih utang pada Lukman. Dia mengetuk pintu, namun tidak ada sahutan.

Dia pun menyuruh anak buahnya yang baru saja sampai untuk mendobrak pintu.

"Kalian harus bisa masuk dan mengambil semua isi rumah. Ambil barang-barang yang sekiranya bisa dijual lagi!" Perintahnya pada dua anak buah yang sedang berjalan tersebut.

Pria itu duduk dengan santainya di kursi kayu yang berada di teras rumah tersebut.

Rumah itu tidak begitu besar, namun halamannya lumayan luas. Dia berselancar di dunia maya dan mulai tertarik pada seorang wanita yang selalu muncul di beranda sosial medianya yang berwarna biru.

"Gadis ini manis. Tunggu dulu, sepertinya aku pernah melihatnya. Apakah aku pernah bertemu dengan dia sebelumnya?" Pria tersebut berpikir sejenak.

Dia dikejutkan oleh suara yang tengah memohon. Dia menoleh sekilas dan tertegun melihat pemandangan di depannya. Namun segera dia menepis perasaan itu.

"Tolong, tolong jangan ambil semuanya! Kasih kami waktu sebentar lagi!" Seorang pria yang duduk di sebuah kursi roda tengah meraih tangan salah satu anak buahnya.

"Kami hanya melaksanakan perintah dari bos, itu saja," ucap salah satu anak buah.

Pria tersebut mendatarkan wajahnya, dia mendorong kursi roda itu agar menjauh dari anak buahnya yang sedang mengangkat barang.

"Menjauh dari sana pak! Jangan biarkan kami repot karena ulahmu ini, bahaya!" Dia meninggalkan pemilik rumah seorang diri di sudut halaman.

Satu jam berlalu, anak buahnya sudah mengangkut semua isi rumah ke atas mobil bak terbuka. Mereka berdua pamit dan kendaraan itu pun menjauh dari halaman rumah.

"Tolong, Tolong beri kami waktu lagi!" Pemilik rumah memohon pada Pria yang hendak masuk ke dalam mobil.

Pria paruh baya itu terlihat lesu dan kesulitan karena kursi rodanya yang membatasi gerak-geriknya.

"Lepaskan tanganku pak!" Dia mengibaskan tangannya. Dia tidak menanggapi permintaan pemilik rumah. Dia masuk ke mobil dan langsung menyalakan mesin kendaraan. Mobil itu menjauh dari sana.

Tetangga dekat pria berkursi roda hanya bisa simpati tanpa tahu harus berbuat apa. Dia masuk ke rumah dengan kursi rodanya. Dia termangu memandangi isi ruang tamunya yang kosong.

"Minah, maafkan aku yang lemah ini. Selama ini aku belum bisa membahagiakan anak kita," Pria paruh baya tersebut mengingat almarhum istri.

"Apa yang harus aku katakan pada Sekar nantinya? Anak itu sudah lama menderita semenjak ibunya meninggal dan keadaanku yang seperti ini," tanpa sadar air mata menetes perlahan di pipinya yang mulai keriput.

Sore hari Sekar pulang kerja. Dia masuk ke rumah dan mendapati isi ruang tamu yang sudah kosong.

"AYAH, ADA APA INI?" Teriaknya sambil berlari ke kamar ayahnya.

Ayahnya yang duduk di kursi roda menoleh ke arah Sekar. Dia tidak sanggup menatap manik mata Sekar yang begitu dekat.

Sekar bersimpuh di depan kursi roda. Dia mengguncang pelan tubuh ayahnya tersebut.

"Jelaskan apa yang terjadi ayah! Bagaimana barang-barang kita semuanya bisa ludes tak tersisa? Bahkan kasur dan ranjang kita pun diambil. Apa maksud dari semua ini ayah?" Sekar menantikan jawaban dari si ayah yang masih bungkam.

Ayahnya terlihat murung. Wajah pria paruh baya itu menyimpan berjuta masalah yang dia pendam seorang diri selama ini.

"Maafkan ayahmu ini nak! Itu semua karena ayah masih mempunyai utang dan belum bisa melunasinya," ucap ayahnya setelah sekian lama terdiam.

"Jadi ayah punya utang yang belum lunas? Dimana Yah? Bank mana? Biar Sekar mendatanginya dan meminta keringanan," Sekar beranjak dari tempatnya bersimpuh. Dia berdiri dan terdiam menunggu jawaban dari si ayah.

"Bagaimana ini? Apakah aku harus menjelaskannya pada Sekar? Selama ini dia sudah terlalu banyak menderita karena telah mengurus aku yang lumpuh," batin Lukman menjerit tertahan.

Sekar mengguncang bahu ayahnya.

"Katakan Yah! Jelaskan apa yang terjadi!" Desak Sekar masih berusaha.

"Ayah tidak ingin memberatkan kamu nak! Maafkan ayah yang selalu merepotkan selama ini," Lukman menghela napasnya. Kemudian pria dewasa itu melanjutkan ucapannya.

"Celakanya ayah mempunyai utang pada seorang rentenir yang bernama Darto. Selama sepuluh tahun ini utang dan bunganya sudah mencapai ratusan juta," Lukman tertunduk lesu.

"APA? BAGAIMANA BISA?" Sekar terbelalak tak percaya dengan apa yang dia dengar. Tubuhnya lunglai seketika dan terduduk lemas berselonjor dilantai.