JoyNovel

Mari Baca dan Kenali Dunia Baru

Buka APP
Raga Rala

Raga Rala

Penulis:poni

Tamat

Pengantar
Raga dan Rala sudah melakukan rencana untuk menolak perjodohan dengan membawa masing-masing pasangan mereka tapi rencana mereka sudah di dahului oleh rencana para orang tua mereka. Dan sekarang mereka berada di sebuah pelaminan dengan pakaian pengantin berwarna putih, Mereka sibuk menyalami para tamu yang berpamitan pulang, tak ada sapa antara mereka berdua, mereka terikat tapi tak membuat mereka mereasa dekat. “ Raga ajak Ralanya makan dulu, dia belum makan dari tadi” ujar Mama Raga yang selalu cantik itu. “Mama aja yang ajak Raga mau mandi, gerah” Raga belalu melewati Rala dengan muka datar. “Dih sok banget,siapa juga yang mau makan bareng lo!” ujar Rala pada telah melewatinya Raga yang melewatinya. “Jangan terlalu di ambil hati ya nak Raga memang begitu kalo sama orang yang baru dia, kenal” “Iya ma, lagianRala juga mau ganti baju dulu baru makan, gerah ” ujar Rala Emaknya lembut banget beda banget sama anaknya. “ Yah udah, setelah ganti baju jangan lupa makan ya, sekalian ajak Raganya, Mama mau kedepan dulu” “iya, ma” Mamanya tersenyum lembut kepada menantunya dan mengusap lembut punggung Rala. “Duh resletingnya kenapa keras banget sih” gerutu Rala, masih terus berusaha mencoba membuka gaun pengantinnya. “Sudah” gumam orang yang ada di belakang Rala, lalu membuka pintu kamar untuk keluar. Rala mematung, dia masih syok dengan apa yang derjadi di beberapa detik yang lalu, bahkan dia tidak sempat utuk mengucapkan terimah kasih kepada Raga yang telah membantunya.ya Raga yang telah mebantunya mebuka reslering gaun pengantinya, di dalam kepala Rala bertanya-tanya apakah Raga sudah ada di dalam kamar sejak tadi, tapi dimana, kenapa dia tidak melihatnya. Apakah Raga mempunyai jurus penghilang shunshin no jutsu milik Naruto?. “Sudahlah, meding aku mandi” gumam Rala
Buka▼
Bab

Setelah sarapan Rala berpamitan kepada Mama dan Papanya untuk berangkat kerja.

“Ma, Pa, Rala berangkat kerja dulu ya.” lalu ia menyanyalami orang tuanya.

“Jangan lupa, pulang nanti langsung ke cafe mentari ya.” Pesan mamanya.

“iya Ma.” Rala merupakann gadis yang kadang tak banyak bicara ia akan bicara seperlunya, tak akan bicara kalau tak ditanya, malas bertanya walau pun terkadang ia dibuat penasaran oleh orang yang ada di sekitarnya. Menurutnya kalau orang tak mau bercerita kepadanya mungkin itu privasi orang itu.

Lalu ia mengeluarkan motor maticnya, Rala lebih senang menggunakan motor dari pada mobil, baginya cara ini sangat ampuh agar terhindar dari kemacetan ibu kota.

Sepulang bekerja Rala menyempatkan dirinya ke cafe mentari menepati janjinya kepada sang ibu, ia melihat meja yang telah di pesankan oleh orang tuanya masih kosong, lalu ia melihat jam yang bertengger di tangannya sudah jam delapan lewat, apakah dia telat tanya dalam hati.

Lalu Rala duduk di kursi yang telah dipesankan oleh Mamanya, ia memutuskan untuk menunggu selama setengah jam, siapa tahu orang yang akan menemuinya belum datang.

“Kiarain kamu gak akan datang.” Ujar seorang pria yang sedang berjalan menuju kearah Rala.

Pria itu mengenakan kemeja warna dark gray, bagian tangannya ia gulung sampai ke siku dan ia mengenakan celana bahan berwarna hitam. Terlihat tampan dengan potongan rambut yang seperti oppa-oppa yang ada di film CEO yang sering dia tonton bersama rekan keerjanya, kalau sang bos tak ada di kantor dan pekerjaan mereka telah aman karena telah di kerjakan semua.

“Gantenggg.” Jerit Rala dalam hati setelah itu dia berdeham untuk mengontrol tubuhnya yang tiba-tiba menegang karena melihat makhluk ciptaan Tuhan yang sedang berdiri di depannya itu.

“Maaf jalannya macet.” Ucap Rala sedikit menunduk, ketara sekali bahwa dia sekarang sedang menahan malu.

“It,s oke, ini silahkan diminum.” Kata sang pria, meletakan secangkir jus jeruk ke hadapan Rala.

“Jangan takut, saya tidak mencampurkan apapun kedalam minuman itu.” Ujar sang pria lalu menarik kursi yang ada di hadapan Rala untuk di dudukinya.

“Aaa.” Teriak Rala histeri, saat ini ia sedang melajukan motornya, selama di perjalan dia tak bisa berhenti untuk memikirkan lelaki yang telah di temuinya tadi. “Mempesona” satu kata untuk lelaki itu.

Di pertemuan tadi dia berkenalan dan membahas mengapa mereka di suruh oleh para orang tua mereka untuk ketemuan di cafe itu, Nama lelaki itu adalah Raga katanya dia adalah pemilik cafe yang mereka tempati tadi. Tapi Rala sedikit kecewa karena si Raga kelihatan sekali tak menyukai pejodohan yang di buat oleh orang tua mereka, ia berkata jika dia mempunyai rencana agar perjodohan mereka tidak terjadi,pada sabtu nanti para orang tua mereka akan mengadakan pertemuan lagi, tapi bukan hanya mereka yang bertemu tapi juga para orang tua yang juga akan ikut.

Dan saat itu Raga dan Rala harus datang terlamabat, agar mereka bisa membawa masing-masing pasangan mereka. Dengan terpaksa Rala mennyetujuinya, karena jika ia menolak ide itu, terlihat sekali bahwa dia tidak laku, karena tak ada pacar, mungkin dia akan memaksa si Beno rekan kerjanya di kantor untuk menjadi pacar pura-puranya agar dia tidak malu karena menjadi jomblo akut.

Saat pertemuan tadi Raga bersikap lembut dan welcome kepadanya tapi, kalimatnya yang lembut itu terselimuti oleh ide-idenya yang menyengat hati Rala.

Rala menyesal telah memujinya di awal pertemuan tadi, seharusnya dia tidak boleh terpesona terlalu cepat kepada si Raga Raga itu.

“Assalamualaikum.” Teriak Rala saat dia sampai di rumahnya

“Waalaikumsalam.” Jawab Mama dan Papanya Rala.

“Bagaimana peretemuannya tadi Ra?.” tanya Mamanya.

“Gak gimana-gimana Ma, biasa aja.” kata Rala datar, lalu menyalami Mama dan Papanya.

“Masa biasa aja sih Ra, coba sini duduk dulu cerita sama Mama.”

“Dia itu udah ada ceweknya Ma, Rala mau mandi dulu ah, gerah.” Rala berlalu menaiki tangga menuju kekamarnya.

“RALA sini dulu, duh kebiasaan ni anak susah banget di ajak ngomong.” Rala masih mendengar perkataan Mamanya tapi ia tetap melajukan langkahnya ke kamar dengan diam.

Rala menghembuskan napas panjang lalu melangkahkan kakinya menuju lobi kantornya, ia bingung tentang siapa yang akan dia bawa sabtu nanti untuk mengelabui para orang tuanya dan Raga bahwa ia memiliki kekasih. Si Beno juga gak mau mau jadi pacar pura-puranya, katanya ia gak mau pacarnya cemburu karena dia jalan sama wanita lain walaupun ia hanya rekan kerjanya. Sialan memang si Beno dan si Rala tidak mengajak rekan kerjanya yang lain. Karena di kantornya hanya beno yang masih lajang, yang lain sudah ada pawangnya halalnya masing-masing.

“Rala ..” Panggil lelaki yang sedang berdiri di depan meja resepsionis lobi kantornya.

“Iya siapa ya?.” Kata rala menelisik pada seseorang yang telah memanggilnya.

“Wah, parah lo, masak gak kenal sama gua.” Ujar lelaki itu.

Rala kembali menelisik pria yang kini ada dihadapanya itu, dia sepertinya kenal, tapi dia lupa siapa nama pria itu.

“Vino, anak jurusan Ips yang sering masuk tanpa permisi ke kelas lo, Ipa satu.” lelaki itu mengulurkan tangannya kepada Rala.

“Ooh, iya gue ingat, iya iya lo, anak badung yang selalu dapat sumpahan dari guru itu kan.” Vino terkekeh mendengar penuturan dari Rala, memang. Vino sangat badung waktu Sma sampai-sampai satu sekolahan itu tidak ada yang tidak mengenalinya, semua orang tau dengannya yang badung itu.

“Ngapain lo disini?.” Tanya Rala.

“lo, ngapain di sini?.”Tanya Vino balik kepada Rala.

“Elah, orang nanya malah di tanya balik, gue kerja di sini.” Kayaknya si Vino masih sama dengan Vino Sma deh orang ngomong apa dia balas apa.

“Gue mau interview.” ujarnya sambil terkekeh, memang senag banget kayaknya si Vino kalau melihat lawan bicaranya kesal, saat bicara dengan dia.

“Wah, lo memang gak berubah ya, mana ada interview sore-sore gini, orang udah balik semua Vin” kata rala dengan nada kesal.

Vino kembali terkekeh melihat reaksi Rala, “Iya sih, sebenernya orang kantor lo yuruh gue datangnya pagi, tapi lo tau sendiri lah, kalo pagi gue itu sibuk.” Vino memasukan tangannya kedalam kantong celananya.

“Sibuk buat pulau di bantal maksud lo?” ejek Rala sambil terkekeh pada Vino yang benar-benar tidak berubah menurutnya,cuman penampilanya saja yang berubah lebih dewasa tapi otaknya masih sama seperti anak sma.

“Haha, bisa aja lo Ra, lo pulang naik apa? Mau gue anter pulang gak? Sekalian lepas kangen sama gue Ra” tanya Vino beruntun. Vino Menaik- naikan alisnya.

“Gak usah deh Vin makasih, bisa-bisa tambah mumet pala gue, pulang bareng lo Lagian, gue bawa motor kok”

“Okeh deh hati-hati ajah ya, jangan ngliat ke belakang aja Ra kalo lo bawak motor entar”

“Lahkan iya bambang, gue juga tau” kata Rala yang telah terpancing emosi oleh banyolan Vino.

“Udah ah, gue mau pulang, semoga lo gak di terima deh di sini, biar gue tenang.”

“Jahat banget doanya Ra, ya udah hati-hati ya Ra, inget pesen gue tadi.” kata Vino sambil terkekeh.

“Iya.” Kata Rala juga sambil terkekeh lalu melambaikan tangan kepada Vino sebagai tanda perpisahan.

**

Pagi ini Rala di kejutkan dengan kehadiran Raga yang sudah ada di rumahnya, saat Rala turun dari kamarnya, dia telah berada di meja makan bersama kedua orang tuanya. Pemandangan yang yang menyejukan mata, gumam Rala.

“Selamat pagi.” Sapa Rala saat telah rapi dengan pakaian kantornya.

“Pagi.” Balas Mama, Papa dan Raga serentak. kayak paduan suara aja.

“Lama banget kamu dandannya Ra, kasian tuh Raga dari tadi udah nungguin kamu.” Ujar Mamanya yang duduk bersebelahan dengan Papanya.

“Rala gak minta di tungguin loh Ma.” Kata Rala lalu terpaksa melabuhkan dirinya pada kursi di dekat Raga, karena kursinya hanya ada empat, ia duduk tanpa menoleh apalagi menatap ke arah Raga.

Jantung Rala sudah jedaq-jeduq gak karuan, tiba-tiba tanganya sepeti tergoncang,membuat ia tidak berani mengambil roti yang ada di depanya, dia takut terlihat grogi di depan Mama dan Papanya. Alhasil dia hanya meminum susu yang sudah di siapkan oleh Mamanya, padahal perutnya sudah melilit minta sarapan. Raga sialan. Umpat Rala dalam hati.

“Gak apa-apa, Ma. lagian Raga juga udah biasa nungguin Mama dadan di rumah” ujar Raga menimpali perkataan Mamanya Rala.

“Dih, udah manggil Mama aja, bukanya dia gak mau di jodohin ya?” kata Rala dalam hatinya.

Setelah menegak habis susunya, Rala berpamitan pada Mama dan Papanya.

“Rotinya kok gak di makan Ra?,” tanya Mama Rala.

“Rala lanjut sarapan di Kantor aja Ma, kasian calon mantu Mama nunggunya kelamaan.” jawab Rala sambil melirik Raga yang ternyata sedang menatapnya dengan tatapan yang tak terbaca.

Setelah berpamitan Rala dan Raga memasuki mobilnya Raga yang telah terparkir di depan rumahnya, sepanjang perjalan menuju kantor Rala, hanya keheningan yang menemani mereka tak ada yang ingin memulai pembicaraan, Rala sibuk dengan gawainya dan Raga sibuk dengan setirnya dan fokus pada jalanan. Sebenarnya banyak pertanyaan yang ingin di lontarkan oleh Rala kepada Raga, tapi lidahnya serasa kelu saat ia melihat Raga yang selalu mempesonanya. Akhirnya Rala hanya memendam tanya dan mengalihkan atensinya hanya pada gawai yang di genggamnya, dia tidak ingin apa yang di lihatnya pada Raga akan turun kehatinya, dan menahan sakit saat perjodohan ini berhasil di gagalkan dengan rencana yang di sepakati mereka berdua.

“Terima kasih, maaf telah merepotkan.” ucap Rala sebelum turun dari mobilnya Raga.

“Tidak apa-apa, saya hanya menjalankan tugas sebagai calon suami yang baik.”jawab Raga lalu mengarahkan atensinya pada Rala yang sedang sedang melepaskan sabuk pengaman.

Rala mencebik mendengar penuturan Raga, ia memberanikan menatap Raga dan memberikan senyum pada orang yang ada di sampingnya itu, mengabaikan reaksi tubuhnya yang selalu lebay saat melihat wajah tampan Raga. Lalu mengulurkan tangannya.

“Apa?” Raga menyerengitkan keningnya melihat tangan Rala yang menjulur ke hadapanya.

Rala mengamit tangan Raga yang berada di atas setir lalu menyalaminya “saya Cuma menjalan tugas sebagai calon istri yang baik.” Kata Rala membalikan perkataan Raga beberapa menit lalu.

“Kamu masih ingat perjajian kita kan?.” Tanya Raga, mungkin saja Rala lupa pada janji mereka. Dan melakukan tidakan itu.

“Tentu saja, saya tidak akan melupakanya, tentang tidakan tadi, saya hanya menghargaimu sebagai orang yang lebih tua dari dari saya.” Tutur Rala lalu menyunggingkan senyum tipis kepada Raga.

“Saya permisi, sekali lagi terima kasih.” Rala keluar dari mobil Raga melenggang menuju kantornya.

Setelah keluar dari mobil Raga, Rala merutuki kelakuannya, menghargai orang yang lebih tua darinya bagaimana kalau mereka seumuran atau lebih muda dari Rala, Rala menggelengkan kepalanya. Bodoh amat lah, dia pusing.