Alexander Nelson, lelaki yang tengah fokus memeriksa semua berkas-berkas yang tertumpuk rapi di meja kerjanya. Cahaya sinar matahari yang masuk melalui cela-cela jendela, membuat wajahnya yang tampan semakin terlihat jelas. Ia sudah menggulung kemeja putihnya sebatas siku, sehingga memperlihatkan otot-otot lengan yang terbentuk dengan sempurna. Lelaki berwajah rupawan dengan rahang yang kokoh, alis yang tebal serta bulu-bulu halus yang tumbuh di sekitar area dagu.
Tok!Tok!Tok
Seseorang mengetuk pintu ruangan Alexander dengan pelan, membuat Alexander langsung menatap ke arah sumber suara.
“Masuk!” suara bariton yang khas keluar dari mulutnya, suara yang mampu membuat gadis manapun akan mudah untuk jatuh cinta.
Mata Alexander langsung menatap ke arah Jonathan— asisten pribadi yang sudah berdiri di hadapannya, lalu lelaki yang mengabdikan hidupnya kepada Alexander kini membungkukkan badan untuk memberi hormat. Dari raut wajah Jonathan yang terlihat tegang saat di hadapannya, Alexander tersenyum tipis seolah tahu apa yang sedang terjadi saat ini . Kemudian menutup layar laptopnya lalu beranjak berdiri.
“Kakek Tio, meminta Tuan Alex untuk menemui beliau saat ini. Karena ada suatu hal yang ingin di sampaikan kepada Anda.”
“Sudah kuduga, Jo. Kakek memintamu kesana untuk membahas suatu hal bukan? Kuharap ini bukan tentang tantangan konyol untuk pernikahan lagi!” kata Alexander kemudian memakaikan jas hitam yang tadi ia gantungkan, kemudian berjalan meninggalkan ruangan kerjanya. Jonathan hanya mengekori kemanapun Tuannya pergi dan akan melakukan semua hal sesuai perintah Alexander.
Kediaman Kakek Tio.
Mobil Aston Marin DBR berwarna hitam milik Alexander sudah terparkir di depan halaman mewah Kakek Tio. Jonathan membuka pintu mobil Alexander, kemudian Alexander turun dari mobil lalu berdiri sembari menatap rumah bak istana di hadapannya.
“Sudah lama sekali saya tidak kesini! Rumahnya masih sama, dan saya harap di dalam sana juga sama tanpa ada yang berubah.”
Ting tong.
Jonathan memencet bell pintu rumah Kakek Tio, sedangkan Alexander hanya berdiri sembari memakai kaca mata hitam serta melipat kedua tangan di depan dada. Beberapa kali memencet bell namun tidak ada satupun yang keluar untuk membuka pintu itu.
“Sepertinya tidak ada orang. Tuan,” Jonathan melirik ke arah Alexander, lelaki maskulin itu kemudian membuka suaranya.
“Buka pintunya.”
Pintu kemudian terbuka setelah Alexander berbicara dan memasukan kode rahasia, mereka masuk ke dalam rumah lalu melihat semua orang sedang berkumpul di ruang tengah sembari menikmati makanan dan minuman yang tersaji di atas meja.
“Alexander!” teriak seorang lelaki paruh baya saat melihat Alexander datang dan langsung meletakan secangkir bir di atas mejanya, Kakek Tio berjalan ke arah cucunya yang sangat ia rindukan selama ini lalu langsung memeluknya dengan erat.
“Kakek minum bir lagi? Bukankah itu tidak baik untuk kesehatan? Seharusnya di saat usia senja. Kakek meminum minuman yang herbal dan lebih bagus untuk kesehatan tubuh?!”
Kakek Tio hanya menundukkan kepalanya saat Alexander terus menasehatinya tanpa henti, melihat wajah Kakek Tio yang tertunduk lesu di hadapannya. Alexander hanya bisa menghela napas kemudian memegang pundak sang kakek yang sudah lama tidak ia temui karena sibuknya mengurus perusahaan milik keluarganya.
“Apa yang ingin Kakek bicarakan kepadaku?” tanya Alexander to the point, baginya waktu adalah uang. Dan ia bukan tipe manusia yang suka berbasa-basi atau membahas hal yang tidak penting.
“Duduklah! Kita akan menunggu kedatangan seseorang. Jika semua sudah berkumpul maka akan Kakek sampaikan pengumuman resmi itu,”
Kakek Tio meminta Alexander duduk di sampingnya dan mengobrol singkat, sedangkan Jonathan berdiri tidak jauh dari tempat Tuannya duduk. Aroma alkohol yang masih tercium dari mulut Kakek Tio membuat Alexander langsung menutup hidungnya, sungguh ia benci aroma alkohol itu. Tetapi demi menghargai Kakek kesayangannya, ia harus mendengar semua cerita yang dilontarkan untuknya.
‘Sampai kapan aku disini? Waktu terus berjalan tetapi seseorang yang ditunggu belum juga datang.’ Batin Alaxander merasa jenuh, rasanya ia ingin cepat pergi dari tempat ini dan mengurusi semua pekerjannya yang tertunda tadi.
Suara bell pintu akhirnya berbunyi dan pintu itu terbuka lebar, dari kejauhan Alexander bisa melihat seseorang sedang berdiri tegap di sana. Lampu sengaja dimatikan untuk memberi kejutan kepada Alexander, semua gelap dan hanya terdengar langkah kaki yang berjalan mendekat ke arah mereka. Langkah kaki yang terus berjalan hingga akhirnya terhenti dan lampu seketika hidup kembali.
“Mike!” Teriak Alexander seolah tak percaya hingga ia beranjak berdiri dan melihat adiknya sudah berdiri di hadapan ia dan Kakek Tio dengan membawa koper di tangan kirinya.
Lelaki yang bernama Mike itu langsung memeluk tubuh Alexander sekilas, kemudian beralih memeluk Kakek Tio. Seutas senyum mengembang dari bibir Kakek Tio setelah bisa mempertemukan kedua cucu yang sangat ia rindukan saat ini.
“Jo, bisakah tinggalkan kami bertiga karena ada hal yang ingin saya sampaikan kepada Alex dan juga Mike!”
“Tentu bisa, kalau begitu saya akan menunggu di luar Kek. Tuan, jika anda butuh sesuatu panggil saja saya,” Jonathan tersenyum ke arah mereka kemudian membungkukkan tubuhnya, lalu melangkah pergi keluar rumah.
“Duduklah!” titah Kakek Tio kepada kedua cucunya, yang di balas hanya anggukan oleh kedua lelaki maskulin di hadapannya.
Alexander melihat ke arah jarum jam di tangannya yang terus berputar, sedangkan Mike dengan leluasa menyenderkan punggungnya di sofa. Perjalanan dari Eropa ke Indonesia membuatnya sangat lelah, dan ia harus bersikap serius di hadapan lelaki paruh baya yang rambutnya sudah memutih namun gayanya masih seperti anak muda.
“Usia kalian sudah cukup matang, dan Kakek ingin segera menimang cucu di sisa terakhir hidup Kakek. Sekaligus Kakek juga akan memberitahukan tentang pembagian harta warisan kepada kalian berdua.”
“Harta warisan!” teriak Alaxender dan juga Mike secara bersamaan, setelah sekian lama dan akhirnya pembahasan itu terjadi saat ini. Tantangan konyol yang di berikan oleh Kakek Tio kepada mereka berdua.
“Usiamu sudah 27 tahun Al, sedangkan Mike sudah 24 tahun. Permintaan Kakek hanya sederhana, siapa diantara kalian yang menikah dan berhasil memberikan cucu maka semua harta Kakek untuk orang itu,”
Mike terkekeh dengan keras, sedangkan Alexander mengerutkan dahinya. Pembahasaan yang benar-benar menegangkan sekaligus lucu.
“JIka tidak, rumah pelangi dan juga studio musik akan Kakek ambil alih dan bisa saja Kakek hancurkan!” ancaman Kakek Tio yang membuat kedua cucunya terdiam, mereka tak bisa melakukan apa-apa kecuali menuruti permintaan konyol Kakeknya.
“Ayolah kek, ancamannya begitu banget sih! Studio musikku dan rumah pelangi milik Kak Al sangat berarti bagi kami,” protes Mike yang terus berkicau bak burung beo, sedangkan Alexander hanya diam dan memijit ujung pelipisnya.
“Itu sudah menjadi keputusan Kakek, dan besok malam kalian harus sudah berhasil membawa calon istri kalian!”
Alaxander meninggalkan kediaman Kakek Tio lalu kembali masuk ke dalam mobilnya, Dari balik spion mobil Jonathan bisa melihat wajah Tuannya yang terlihat kusut setelah ada pembicaraan penting di rumah Kakek Tio tadi.
“Jo, buat semua pengumuman baik di surat kabar ataupun media manapun jika saya sedang mencari seorang istri saat ini!”
Jonathan terkejut hingga mulutnya terbuka lebar, sepertinya telinga miliknya yang salah dengar atau memang Tuannya ingin mencari seorang istri.
“Anda yakin, Tuan? Tapi bagaimana dengan Nona Laluna?”
