"Kenapa kamu tega banget sih mas sama aku? Apa salah aku sama kamu mas? Kenapa kamu enggak pernah ngomong dulu sama aku?" Ayumi tergugu dengan tangis yang tak dapat ia bendung lagi.
"Ngomong sama kamu, buat apa, Ayumi.? Kamu seharusnya ngaca dong, siapa kamu? Enggak ada gunanya juga aku ngomong sama kamu, belom tentu juga kamu akan Terima terhadap keputusanku ini." Bentak Dimas, lelaki yang hampir dua tahun terakhir ini mengucapkan ijab qabul nya di hadapan wali dan saksi untuk mengHalalkan Ayumi dengannya.
"Walau bagaimanapun juga aku ini istri kamu lho, mas? Setidaknya kamu bisa mempertimbangkan bagaimana keadaanku jika kamu perlakukan aku seperti ini?" Rasa rasanya tak mampu lagi kaki Ayumi untuk menopang tubuhnya yang mulai lemah dan hampir saja terkulai lemas namun ia coba untuk tetap bertahan dan berdiri tegak.
"Sudahlah Ayumi, kamu tak usah banyak protes lagi. Sekarang Nasi sudah jadi bubur, kamu tinggal menerima dan menjalani saja takdir yang sudah terjadi." Cukup santai Dimas berujar kepada wanita berjilbab nan lembut dan ayu dihadapannya itu.
"Aku harus Menjalani semua ini? Segampang itu kamu ngomong mas? Kamu anggap apa keberadaanku disini, mas. "Bentak Ayumi memandang sinis kepada wanita yang terus saja menggeliat manja di lengan Dimas. Cincin couple yang melingkar di jari manis tangan mereka itu membuat Ayumi merasa seperti benar benar tak dihargai saat ini oleh Dimas.
"Cukup Ayumi, cukup...! Aku tak ingin basa basi sama kamu. Lagipula dari awal kamu juga sudah tahu arah dan tujuan pernikahan kita ini seperti apa sebenarnya. Jadi kamu tidak usah berharap lebih kepadaku." Dimas seakan mengingatkan kembali niat dia menikahi Ayumi dulu.
"Baik Mas, kalo kamu memang tidak pernah menganggapku ada lebih baik kamu ceraikan saja aku, mas." Tangis Ayumi kali ini sudah menganak sungai bersamaan dengan terduduk nya tubuhnya ke lantai.
"Cerai... Hahaha... Enak sekali kamu ngomong. Aku tak akan menceraikan kamu, Ayumi. Silahkan kamu bermimpi, Ayumi. Dan satu lagi pesanku kamu jangan coba coba untuk kabur dariku. " Seringai Dimas sembari berlalu seakan mengejek Ayumi.
"Lepaskan aku, ceraikan aku mas. Kamu pasti akan menyesal nanti telah memperlakukan dan mendzhalimi ku seperti ini..." Teriak Ayumi yang hanya dibalas senyum sinis oleh perempuan yang dirangkul oleh Dimas hingga mereka pun hilang dibalik pintu kamar tamu dilantai atas.
"Tega kamu mas, TEGA.! Dimana hati nuranimu mas sehingga mudah sekali kamu perlakukanku seperti ini. Kenapa kamu tak bisa menghargai ku sedikit saja?" Ayumi bergumam seorang diri dengan mata sembab karena banyaknya air mata yang mengalir dari retinanya.
"Tuhan, ujian apa yang kau berikan padaku? Apakah aku tak berhak bahagia? Aku tak pernah menuntut apa-apa, aku hanya ingin bahagia tak peduli dengan siapapun itu."dengan perlahan Ayumi mencoba bangkit mencoba untuk berdiri walaupun masih lemah dan tertatih.
" Hati-hati non." Bik darmi dengan sigap menggapai tangan Ayumi dan membantunya berjalan menuju tempat peristirahatan nya.
"Terima kasih ya Bik atas bantuannya." Ucap Ayumi lembut kepada bik Darmi ketika sudah duduk di ranjangnya.
"Sama-sama Non. Maaf Non, bibik tadi tidak sengaja sempat mendengar permasalahan yang terjadi antara Tuan Muda dan Non Ayumi. Non yang sabar yah. Banyak banyak saja berdoa agar Tuan Muda terbuka hatinya. Karena bibik tau Tuan muda dan Non Ayumi itu adalah orang yang baik. Bibik doakan supaya rumah tangga kalian akan baik baik saja, asalkan Non Ayumi bisa kuat dan sabar menghadapinya."nasehat bik Darmi menenangkan Ayumi.
Bik Darmi adalah asisten rumah tangga dirumah ini. Bik Darmi bukan orang baru di keluarga Wicaksono melainkan asisten rumah tangga yang diperintahkan oleh Utari, ibu kandung Dimas untuk mengurus kebutuhan Dimas dan Ayumi karena beliau lah yang telah mengurus Dimas dari kecil. Jadi, bik Darmi sudah menganggap mereka seperti anak kandungnya sendiri, begitu juga dengan mereka yang selalu menghormati bik Darmi layaknya ibu sendiri.
Sepeninggal bik Darmi ke dapur, Ayumi mencoba memejamkan matanya. Tapi sialnya, mata ini tak bisa terpejam karena begitu dalamnya rasa sakit dihati Ayumi saat ini.
Wanita mana yang sanggup menerima kenyataan. Kalau lelaki yang sudah menikahi dan bergelar suami baginya, tiba-tiba pulang dan membawa perempuan lain dan mengatakan bahwa mereka sudah menikah secara diam-diam. Namun, si pria tak ingin melepaskan dan menceraikan nya. Sakit, pasti sakit tapi tak banyak yang bisa Ayumi lakukan. Karena jika Ayumi berani berontak, dia sangat tahu resiko apa yang akan mengancam dirinya.
"Kini apa yang harus aku lakukan, Tuhan? Karena tak semudah membalikan telapak tangan jika aku harus melalui ini sendirian, tolong bantu aku, Tuhan. Tolong berikan aku petunjukMu." Dalam hening, Ayumi berdialog kepada sang Pencipta.
"Apa aku harus memberitahukan sama Mama Utari ya perlakuan mas Dimas kepadaku.? Gumam Ayumi sambil berfikir.
" Tidak... Tidak... Aku tidak boleh melakukan itu, kalo sampai mama Utari tahu pasti mas Dimas akan marah besar dan dia pasti tidak akan segan segan untuk menghukumku. Lagipula itu hanya akan membuatku terlihat kekanak-kanakan. Kurasa Biar mama Utari mengetahui secara langsung dengan caranya sendiri." Ayumi menggeleng cepat dan menyangkal pemikiran awalnya.
"Sekarang Tak ada yang dapat ku lakukan, kecuali mengikuti alur dari permainanmu, Mas. Kau yang memintaku untuk bertahan, baiklah aku akan bertahan semampuku. Kita lihat saja nanti mas siapa yang akan jadi pemenang dalam permainan yang sudah kamu rancang untuk kehidupanku ini, mas." Ayumi seakan menemukan secercah harapan dan jalan keluar dari permasalahan yang dia hadapi saat ini.
Ayumi sudah membulatkan tekadnya untuk terus maju dan sabar dalam menjalani kehidupannya kini. Ia yakin tak ada masalah yang tak memiliki jalan keluarnya, yang dibutuhkan hanya sabar dan bertahan. Ia tak mau menyerah sebab ia yakin ia tak sendirian. Jika ia lemah ia pasti kalah, tapi jika ia kuat, kemenangan berada di tangannya. Semburat senyum tergambar di wajah Ayumi sebagai pertanda ia siap mengikuti permainan yang telah dimulai oleh Dimas, suaminya.
Perlahan kantuk menghinggapi kelopak mata Ayumi sebagai alarm tanda bahwa tubuhnya sangat lelah menjalani hari dan butuh istirahat agar tubuhnya bisa fresh kembali. Perlahan ia terlelap dan telah sampai di alam lain yaitu dunia mimpi.
******************************
"Non, bangun Non... Sudah jam makan malam. Non makan dulu ya, Tuan muda sudah di meja makan." Bik Darmi pelan pelan membangunkanku.
"Ooh... Maaf bik, aku ketiduran sampai tak terasa hari sudah malam begini. Aku benar benar lelah seharian ini, Bik. Bik, aku mau makan disini saja ya, bibik tolong bantu bawakan makanan ku ke kamar yah. Aku masih belum bisa untuk bertemu mereka berdua bik. Kalo Tuan bertanya, bilang saja aku lagi gak mau di ganggu yah bik". Ayumi menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang dan ia merasa malas serta belom siap untuk menemui dimas dan madunya.
Ayumi, wanita cantik yang jika berbicara selalu menggunakan tutur bahasa nan lembut sehingga membuat semua orang yang mendengarnya pasti akan merasakan kedamaian di hati. Tapi tidak dengan tekadnya apalagi jika ia merasa tersakiti, hatinya bisa menjadi sekokoh karang di lautan. Sebab, sudah banyak perjalanan pahit kehidupan yang ia lewati, makanya Ayumi bisa tegar dan kuat.
Bik Darmi datang membawa nampan berisikan makan malam untuk Ayumi. Ia memakan dengan lahap segala menu yang tersaji di hadapannya. Bik Darmi benar benar tidak tega melihat keadaan Ayumi yang saat ini tengah terpuruk, hingga tak terasa setetes air bening mengalir di sudut matanya. Tak lupa ia pun turut berdoa di dalam hati agar Tuhan memberikan yang terbaik untuk biduk rumah tangga Dimas dan Ayumi.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Sudah tiga hari, Ayumi tidak keluar kamar. Ia benar benar masih bad mood bertemu dengan Dimas dan Intan, wanita yang telah menjadi istri kedua suaminya itu.
Tidak hanya itu, permasalahan yang terjadi di antara mereka, menjadi beban fikiran baginya. Walaupun dari awal ia sudah bertekad kuat untuk bisa menghadapi semuanya sekuat hati dan mengikuti setiap alur permainan Dimas. Namun, pada kenyataannya tak semudah yang dibayangkan. Nafsu makannya dari semalam mulai hilang, hingga ia sulit menerima makanan apapun yang disajikan bik Darmi. Wajah Ayumi tampak pucat dan kusut. Tatapan matanya nanar dan sayu. Penampilannya berantakan serta Berat badannya pun mulai berkurang. Tubuhnya mulai melemah dan tak sanggup lagi walau hanya sekedar untuk duduk saja.
"Non, bangun Non. Bibik bawakan sarapan ini. Non Kinan, bangun Non. Non.... " Tak henti-hentinya bik Darmi mengguncang tubuh Ayumi namun tak jua ada respon.
"Maaf, Tuan Muda. Non... Non... Ay.. Yumi, ping...san..."nafas bik Darmi terengah engah berlari dari lantai atas menuju Dimas dan istri keduanya di ruang makan keluarga yang berada di lantai dasar.
" Apa.?? Bibik serius. ?" Dimas bergegas berlari ke kamar Ayumi walau sudah dicegah oleh intan namun ia tetap tak perduli.
"Hufffttt... Sial, pakai acara sakit segala lagi. Dasar wanita licik, pandai-pandainya ia mencuri kesempatan dan perhatian dari Dimas ." Gerutu Intan tak terima ditinggalkan Dimas begitu saja. Kalimat itu sangat terdengar jelas oleh bik Darmi sebelum ia berlalu dan menyusul tuannya. Kejadian ini membuat selera makan Intan hilang, ia pun berlalu ke kamarnya.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ Apakah kesalahan yang telah diperbuat oleh Ayumi, sehingga Dimas sanggup mendua dan menikah diam diam? Apakah maksud dari tujuan pernikahan mereka sebenarnya.?
Bagaimana keadaan Ayumi selanjutnya.?
Penasaran gag? Kalo banyak yang penasaran, kita lanjutkan yah gaess...