JoyNovel

Vamos ler O Mundo

APP aberto
Catatan Perempuan Perayu Tuhan

Catatan Perempuan Perayu Tuhan

Autor:Ia Kurniawan

Concluído

Introdução
Ijah adalah perempuan kampung yang lari ke kota karena tak mau mencoreng nama keluarganya. Ia lari ke Bandung untuk menyembunyikan kehamilan diluar nikah yang tidak diketahui orang tuanya. Namun, dunia tidak berpihak pada Ijah. Sesampainya di Bandung ia malam bekerja sebagai PSK di salah satu tempat hiburan disana. Hingga beberapa tahun berlalu sampai anaknya sudah beranjak dewasa ia mencoba merayu tuhan dengan berbagai cara agar tuhan tidak marah kepadanya.
Mostrar tudo▼
Capítulo

Namaku Sarah, aku adalah salah satu anak perempuan dari ke empat anak ibu dan ayahku. Aku tinggal disebuah desa yang jauh dari keramaian, bahkan saat dulu aku masih dibangku SMA untuk menelpon kakakku yang sedang bekerja di Jakarta cukup susah karena jangkauan sinyal belum sampai ke tempat dimana aku tinggal. Dulu aku pernah kuliah disebuah universitas yang ada di bandung. Selama kuliah aku selalu menghabiskan waktu luang untuk menuliskan pengalamanku setiap harinya dengan harapan suatu hari nanti aku bisa mengingat kembali apa yang pernah aku alami selama aku di Bandung. Malam ini rasanya udara begitu dingin sehingga aku harus memakai jaket untuk sekedar keluar rumah, aku duduk disebuah kursi kayu yang berada diteras rumah. Tiba-tiba angin yang datang menghampiriku mengingatkanku pada sebuah catatan kecil yang dulu aku pernah tulis selama aku berada di lingkungan kampus. Aku segera bergegas menuju ke kamar untuk mencari catatan kecil tersebut untuk aku baca bersama angin malam yang disaksikan bulan diatas langit. Setelah kurang lebih 5 menit aku mencari, akhirnya aku menemukan buku kecil berwarna biru yang terselip diantara buku buku materi kuliah ku dulu. Aku langsung mengambil catatan tersebut dan membersihkannya dengan tisu karena sudah penuh dengan debu, mungkin karena sudah lama sekali aku tidak membuka lemari tempat buku bekas kuliahku dulu. Ya, kurang lebih aku sudah 5 tahun lulus kuliah. Aku langsung kembali ke teras rumah dan duduk dikursi kayu sambil meminum teh manis hangat yang aku buat sebelum aku beranjak ke teras rumah. Aku langsung membuka catatan tersebut untuk mengingat masa-masa yang pernah aku lewati.

Halaman pertama catatanku adalah data pribadiku, disana tertulis cita-cita dan harapanku dalam menjalani kehidupku di dunia ini. Halaman berikutnya dari catatan itu terdapat sebuah buku yang lebih kecil dari buku catatan harianku. Aku ambil kemudian membuka buku berwarna sampul merah itu, dan itu adalah kisah persahabatanku dengan seorang perempuan. Aku mulai membuka buku tersebut, dan paragraf pertama dari buku itu adalah perkenalanku dengan seorang perempuan berhijab pada hari dimana aku akan memulai kuliah. Aku ingat perkenalan itu terjadi ditempat kost ku. Saat pertama kali mengenalnya aku sudah mengetahui kalau namanya bukan Ijah,tetapi dia lebih suka dipanggil dengan nama panggilan Ijah. Aku tahu hal itu karena sebelum memasuki kamar kost tertulis di sebuah papan yang ditempel pada tembok, disana terdapat tulisan nama dan nomor kamar kost. Maksudnya mungkin agar orang yang datang kesana mudah mencari seseorang yang dicarinya. Saat itu aku berada dikamar no.2 dan jah ada no.1, tepat disebelah kamarku. Dulu aku sempat bertanya mengapa dia lebih suka di panggil Ijah daripada dipanggil dengan nama yang diberikan orang tuanya. Dia adalah seorang anak perempuan yang lahir dari keluarga terpandang dikampungnya. ayah Ijah adalah seorang tokoh agama yang setiap hari mengajari anak-anak di desa belajar mengaji dan hampir setiap minggu selalu mengisi acara pengajian bersama warga disana. Ibunya adalah seorang guru SMA yang dulu pernah kuliah ditempat aku kuliah. Aku tahu semua hal itu karena Ijah pernah bercerita kepadaku. Aku mengira Ijah adalah salah satu mahasiswa ditempat kuliahku, ternyata ia datang ke bandung untuk bekerja. Dia orang yang baik dan memiliki wajah yang cantik dengan balutan hijabnya yang khas. Walaupun ia sedikit pendiam namun ketika sudah berbicara dengan seseorang yang sudah dekat rasanya sulit untuk membendung pembicaraanya.

Pernah suatu malam aku berbincang dengan Ijah sampai lupa kalau waktu itu sudah menjelang subuh. Saat itu Ijah sedang libur bekerja. Ya, saat itulah aku tahu yang sebenarnya tentang alasan ia pergi ke Bandung. Ijah bercerita kalau alasan ia pergi ke bandung adalah karena tak ingin mencoreng nama keluarganya dihadapan banyak masyarakat di kampung nya. Dulu aku bertanya,”Emangnya kenapa jah, apa yang terjadi denganmu?”tanyaku.

Aku ingat waktu itu aku bertanya Ijah langsung menundukkan kepala nya dan menangis.

Beberapa saat kemudian ia menjawab “dulu aku sempat berpacaran dengan seorang pria pada saat aku sma, saat itu aku diajak main oleh pacarku. Aku juga tidak tahu kemana aku akan diajak main. Ternyata saat itu aku bawa kesebuah tempat pemandian air panas dan aku dibawa kesebuah kamar. Ternyata pacarku sudah merencanakan hal tersebut. Bodohnya aku saat itu menurut saja kepada dia.dan saat itu aku khilap Rah. Sampai saat ini aku tidak tahu dan tidak mau tahu dimana laki-laki berengsek itu berada. Bahkan setelah peristiwa itu dia tidak pernah lagi menghubungiku, aku juga pernah menghubungi agar dia bertanggungjawab atas perbuatannya terhadapku. Tapi setelah beberapa, nomor telponnya tidak pernah aktif sampai sekarang. Aku menyesal karena…”. Belum selesai berbicara dia malah menangis tersedu sambil memelukku.

“Jangan dulu nangis Jah, coba cerita dulu apa yang terjadi”. Ujarku sambil melepaskan pelukannya.

Ia meneruskan” beberapa waktu setelah itu, waktu haidku tidak kunjung tiba Rah. Aku tahu itu semua karena perbuatanku dengan pacarku waktu itu. Saat itu aku sangat bingung sekali apa yang harus aku lakukan. Karena saat itu aku telah lulus SMA aku memutuskan untuk pergi dari kampung karena aku takut kalau semua orang tahu bahwa aku ini hamil nama keluarga ku menjadi buruk dihadapan semua orang. Dan aku tidak mau keluarga ku jelek karena aku. Untung nya saat itu kedua orang tua ku mengizinkan ku untuk pergi”. Ujarnya sambil menghapus air matanya. Saat itu aku juga terbawa suasana sampai tak sadar kalau air mataku saat itu juga membasahi pipiku.

“Terus Jah, alasan apa yang kamu berikan sampai kamu bisa dikasih izin oleh kedua orang tua kamu?”. Tanyaku sambil menghapus air mataku sendiri.

“Waktu itu aku bilang kepada mereka kalau aku ingin hidup mandiri, aku ingin membiayai hidupku sendiri, aku ingin makan dari hasil kerja kerasku, aku bilang kalau aku tidak ingin membebani ibu dan ayah. Padahal alasan yang sebenarnya aku takut mengecewakan ibu dan ayahku kalau aku hamil. Karena seiring berjalan waktu mereka juga akan tahu, perutku akan terus membesar. Sebenarnya saat itu aku tidak mau jauh dari ayah dan ibuku, tapi ternyata keinginan tidak selalu berbanding lurus dengan kenyataan. Untung nya waktu itu ibuku mengizinkanku untuk pergi”, ujarnya. Aku melihat dia sedikit lega mungkin karena apa yang dia rasakan dapat dibicarakan denganku, seakan beban yang selama ini ia tanggung sendiri dapat membaginya denganku.

Malam itu benar-benar malam yang sangat sulit untuk dilupakan, sejak itulah aku semakin dekat dengan Ijah. Setiap waktu kosongku selalu diisi dengan Ijah. Rasanya ketika bersama dia waktu itu terasa begitu cepat, sangat berbeda ketika sedang berada dikelas dengan mata kuliah yang kurang aku sukai waktu itu. Kami berdua sudah saling memahami satu sama lain. Bahkan kami sering saling membantu apabila salah satu diantaranya kehabisan bekal untuk membeli makan. Ijah adalah sosok perempuan yang sempurna, namun aku selaku berpikir mengapa dia bisa begitu dengan mudahnya jatuh ke pelukan laki-laki bangsat yang tidak bertanggungjawab dengan perbuatannya. Padahal dengan keadaan keluarga dan paras Ijah yang sempurna bisa dengan mudah Ijah mendapatkan sosok lelaki yang sebanding dengan hati dan parasnya. Mungkin seperti itulah dinamika sebuah kehidupan, yang kadang sesuatu yang sangat kita benci pun bisa dengan mudah menghampiri kehidupan ini.