Bab 1, AMNESIA. ]
[ Keyla Achazia ]
Saat pertama aku kali membuka mataku, aku sama sekali tak mengenal tempat ini, ruangan besar ini. Bau obat-obatan langsung tercium oleh hidungku. Ruangan berdominan putih yang aku fikir ini adalah rumah sakit. Aku tidak tau kenapa aku ada di sini, aku melihat ada dua orang di samping kanan satu dan samping kiri satu. Sepertinya yang kiri adalah Dokter, bisa dilihat dari pakaiannya yang memakai jas putih khas seorang Dokter dan yang kanan juga memakai jas, namun bukan putih khas rumah sakit, tapi jas hitam formal.
'Dia sudah sadar." kata seorang pria yang ada di samping kanan.
"Aku akan memeriksanya dulu." Dokter itu berucap dan mulai memeriksa keadaanku.
Aku melihat orang berjas hitan tadi, dia tersenyum padaku, aku hanya menatapnya datar. Karena aku tidak tau harus berekspresi seperti apa?
Dokter tadi telah selesai memeriksaku, dan mulai berbincang dengan pria yang berjas hitam. Aku tidak tau apa yang mereka bicarakan, karena aku tidak mendengarkan. Aku lebih memilih melihat kesekeliling ruangan ini.
Saat mataku bertemu dengan matanya, ia tersenyum padaku. "Kamu baik-baik saja 'kan? Apa yang kamu rasakan?" tanya pria itu padaku.
Aku menatapnya lama, memperhatikan setiap inci wajahnya. Dia tampan. Tapi siapa dia? Apa aku mengenalnya?
"Hei, kamu tidak apa-apa 'kan?" tanyanya mulai cemas, mungkin karena aku tidak membalas pertanyaannya barusan.
"Tenang, Ali. Dia tidak apa-apa, dia hanya butuh menyesuaikan diri. Sudah satu tahun lebih dia koma." kata seorang di samping kiri atau lebih tepatnya ucap sang Dokter.
Pria itu tersenyum, ia mengusap puncak kepalaku lembut. "Kamu tidak apa-apa 'kan? Apa yang kamu rasakan saat ini?." tanya pria berjas hitam itu. Atau lebih tepatnya bertanya lagi.
Aku menatap mereka berdua secara bergantian, "aku, aku"
"Katakan saja, kamu mau apa?"
"Jangan takut, Keyla. Katakan saja apa yang kamu rasakan." kata Dokter itu seraya tersenyum lembut ke arahku.
"Kalau tidak keberatan, Aku lapar." kataku lirih. Aku memang lapar, bahkan sangat lapar. Aku tidak ingat kapan terakhir aku makan.
"Aku akan mencari makan dulu. Titip Keyla dok." pamit pria itu lalu keluar ruanganku.
Dokter itu mendekat ke arahku, ia tersenyum lagi. Aku tidak tau mengapa ia dan pria tadi suka sekali tersenyum. "Tidak apa-apa, Keyla. Semua akan baik-baik saja. Apakah kepalamu sakit, jika ada bagian mana saja yang sakit katakan saja ya."
Aku tetap diam memandang Dokter itu yang mengganti botol infus dan mengecek lagi keadaanku. Hingga tak lama kemudian pintu ruangan terbuka, ternyata pria berjas hitam tadi yang datang membawa nampan berisi satu gelas susu dan semangkuk bubur yang dia letakkan di meja samping tempat tidurku.
Lagi dan lagi ia tersenyum kepadaku. Membantuku untuk duduk bersandar, mengambil mangkuk bubur lalu menyuapiku. Aku hanya menurut saat ia melakukan itu, karena aku tidak tau apa yang harus aku lakukan dan lagi pula aku pun lapar.
Setelah aku memakan habis bubur itu, ia menaruh mangkuk itu ke meja lalu meraih segelas susu yang ia sodorkan padaku. Aku menerimanya dan meminumnya hingga setengah, lalu memberikan kembali gelas itu padanya.
"Bagaimana sudah lebih baik?" tanyanya seraya tersenyum. Apa ia tidak capek sedari tadi tersenyum terus?
Aku hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaannya. Sebagai ganti tanda ia karena aku merasa suaraku sangat susah kukeluarkan.
"Dokter apakah ia baik, kenapa Keyla tidak bicara -maksudku ia hanya menjawab saat di tanya. Kenapa ia tidak seperti biasanya?" Tanya pria itu pada Dokter yang sedari tadi masih berada di ruangan ini.
Dokter itu menghela nafas panjang, "ini yang harus aku pastikan, saat kecelakaan kepalanya mengalami benturan yang cukup keras jadi kemungkinan ia akan Amnesia itu besar."
"Maksudmu apa dok?" tanya pria itu lagi.
"Kita akan cek sebentar." kata Dokter itu lalu berjalan mendekat kearahku masih dengan senyum yang mengembang di bibirnya.
"Kamu tau siapa pria di samping mu itu?" tanya Dokter itu seraya menunjuk pria yang sedari tadi ada di ruangan ini. Aku memperhatikannya sebentar lalu menggeleng.
Aku memang tidak ingat atau tidak tau siapa pria itu. Dokter itu menatap pria itu lalu menggeleng. Dan pria itu pun mendesah sepertinya frustasi, aku tidak tau apa yang membuat dia seperti itu.
"Bagaimana bisa? Ini tidak mungkin!" serunya seraya mengacak-acak rambutnya.
"Kamu ingat siapa namamu?" tanya Dokter itu lagi.
Aku menggeleng lalu mengangguk membuat Dokter itu menatapku bingung.
"Maksudnya? Menggeleng dan mengangguk itu apa?" Bentak pria yang bukan Dokter.
"Sabar Ali, tenangkan dirimu. Kamu membuat dia takut Ali." kata Dokter itu. Ia menatapku lalu tersenyum lembut. "Jadi, bagaimana apa kamu ingat namamu?"
"Tidak! Tapi kupikir namaku Keyla. Karena kalian tadi memanggilku dengan nama itu." jawabku jujur, aku memang tidak ingat siapa namaku, tapi aku ingat mereka tadi memanggilku dengan nama itu, jadi kupikir itu adalah namaku.
"Jadi kamu benar-benar tidak ingat siapa aku?" tanya pria yang Dokter sebut dengan nama Ali itu lirih.
Aku menggeleng sebagai jawaban tidak, tiba-tiba ia menggenggam tanganku. Tapi secara refleks aku langsung melepaskan genggamannya. Dan memandang pria itu horor. Oke, aku tau dia tampan dan mungkin saja memiliki hubungan yang spesial denganku, tapi aku sama sekali tidak mengingat hal itu.
"Keyla, aku Ali. Aliando, aku suamimu sayang." katanya seraya berusa menggenggam kembali tanganku. Tapi aku menyembunyikan kedua tanganku di bawah selimut.
Aku masih tidak mengerti dengan semua ini. Sungguh.
Lagi lagi aku menggeleng, "aku tidak ingat siapa kamu." kataku dengan suara parau.
"Ali, tenangkan dirimu dulu, Keyla butuh waktu. Kamu bisa mengabari orangtuamu jika dia sudah sadar." kata Dokter itu menepuk pundak pria itu. Untuk menyebut namanya saja susah.
"Semua akan baik-baik saja." kata Dokter itu lagi.
"Bagaimana bisa kamu mengatakan semua akan baik-baik Dok, kalau dia saja tidak mengingatku. " katanya dengan nada sarkastik.
"Coba kamu bawa putrimu, siapa tau dia ingat anak kalian." saran Dokter itu.
Putri? Anak? Kalian? Maksudnya anakku dan pria itu? Entahlah kepalaku pusing memikirkan itu semua, "aww" pekikku memegangi kepalaku karena tiba-tiba kepalaku berdenyut sangat nyeri.
"Sayang kamu kenapa? Dokter ada apa dengannya?"
"Tidak apa Li, dia hanya berusaha mengingat apa yang dia lupakan, tapi tidak bisa dan jika di paksakan ia akan merasakan sakit di kepalanya." jelas Dokter itu setelah ia menyuntikkan sesuatu pada botol infusku.
"Apa dia akan baik-baik saja?"
"Ya, dia akan baik baik saja. Aku sudah menyuntiknya obat tidur. Jangan paksakan dia untuk mengingat sesuatu yang dia tidak ingat, jika kamu tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padanya."
Itu adalah ucapan terakhir sang Dokter yang aku dengar, karena selanjutnya aku telah memejamkan mata dan tertidur lagi, jadi aku tidak tau apa lagi yang mereka bicarakan selanjutnya.
Sorry for typo!!
Thanks for reading!!